Rabu, 19 Maret 2014

Si Pecinta Gila 2

Setelah Perjumpaan kedua kalinya dengan Lyla itu Dzun nun semakin bahagia , senyumnya selalu menyungging menemaninya kemanapun ia pergi, seolah semua yang dilaluinya tidak ada derita dan kesusahan sebab dalam bibirnya selalu menyunggingkan senyuman sambil sesekali bergumam dan memamnggil nama gadis jelita itu "lyla lyla lyla" ia pun mengabarkan pada semua warga kampungnya bahwa dia sedang dilanda cinta yg begitu dahsyat, semua kawan kawanya terheran heran mendengar Ungkapan Dzun nun bahkan, teman setianya seolah tak percaya hal yg dialami Dzun nun, kini Dzun nun melupakan semua hal yang dilakukanya yang ada di kepala dan mungkin di hatinya hanya satu kata yaitu "lyla".

Hingga iapun kini tak lagi berdagang dipasar kampung bangsawan itu, meskipun tiap hari ia harus mondar mandir kekampung itu, melainkan Kini yang ia lakukan hanya melewati rumah si jelita yaitu rumah si Lyla yg kini menjadi kekasihnya, meskipun hanya memandangnya dengan terhalang pagar bahkan sesekali Lyla hanya memandangnya sambil mengintip dibalik kaca rumahnya yang megah bak istana itu. Berhari hari, brminggu minggu, bahkan berbulan bulan sampai pada hitungan Tahun Dzun nun selalu melakukan kegiatan itu setiap siang dan malam.

Semakin lama Dzun nun semakin terpesona pada si Lyla gadis jelita itu, Sampai pada suatu malam yang sangat sepi dan suyi bahkan cahaya bintang apalagi rembulanpun enggan muncul sekedar menerangi malam yang kelabu dan gerimis, Dzun nun masih saja didepan rumah Lyla menunggu lyla membuka selambu kamarnya dan berharap lyla memberikan senyuman manis seperti biasanya, namun kali ini tidak, lyla tidak muncul dan memberikan senyum padanya, iapun tetap tenang walau sedikit kecewa ia tetap bersiul siul di dalam perjalanan pulangnya menuju desanya smbil bersyair lirih...

Oh lyla lyla malam ini aku menunggu senyumu
Namun engkau tak jua tahu
Sampai bulan dan Bintangpun tak mau tahu,
Sampai langit pun meneteskan air mata
Oh lyla lyla bajuku basah
kuyup sudah.

Oh malam yang sepi jangan biarkan aku tertidur malam ini
kuingin berpuisi bersyair tanpa melody
datar dan tak bernada sama sekali
Hening dan nyaring bagai dawai yang teritup angin
Sendiri mencuri sisa sisa penat bersama semboja biru

Oh rindu rindu kenapa kau ini
Kenapa meski mengajak aku berlari lari begini
Lelah aku namun begitu hebatnya kamu
Letih aku namun ku suka kamu
menggigil aku namun engkau membuatku hangat selalu

Oh wajah tanpa rupa danswara desir sang penggoda
Mata tajam bak singa yang ganas menerkam mangsa
Sembunyi dibalik kokohnya khaibar istana raja di raja 
Jangan kau gundah jiwa
Menarilah saja ayo kita bermukim di sana
Disebuah Mata air yang rimbun nan hijau itu..
Menarilah bersama dia 
Oh lyla lyla.....

Ia pun kemudian duduk merenung sendiri hatinya gundah rindu gelisah tak menentu di fikiranya hanya berbayang senyum si jelita mata tajamnya yang sayu nan patut untuk dirindu dan dicumbu itu, suaranya yang menusuk jantung menembus ulu hati menyayat luka luka, dia hanya termangu sambil tersenyum dan terkagum kagum pada sebuah nama "lyla".

Berhari hari ia sampai larut malam terus duduk setia sambil terkadang bersiul siul namun si Lyla tak jua menampakan wjahnya, ia jadi gelisah anganya mengembara ia bergelut dengan keyakinanya bahwa si lyla bukan sengaja pasti sesuatu telah terjadi padanya, walau di sisi lain bathinya berseru kau di bohongi dia itu tak menintaimu tak penah mempedulikanmu. Kemudian Diapun memandang langit kini sahabat setianya kembali kaget Dzun nun yang sudah lama tak penah mengumpat itu kembali mengumpat sesuatu yg nggak jelas siapa yang di Umpatnya, dia berteriak lantang memaki dengan kata kata kotor kemudian dia menangis dalam rengkuh malam.

Esoknya pagi pagi dia sudah berkeliling di kampung bangsawan itu, ia bertanya satu persaatu pada tetangga lyla menanyakan keberadaan gadis jelita itu, betapa kaget dan marahnya dia  ketika dia mendengar Lyla di ungsikan oleh ayahnya ke sebuah desa nun jauh disana, dan dia akan segera menikah dengan saudagar kaya dari negeri Persia dan sekaligus akan berpindah dan mengikuti suaminya.

Hancur hatinya Dzun nun ia berlari ia memaki sampai pada suatu daerah yang sepi ia duduk terdiam sejenak, kemudian ia tertawa lepas hahahahahahahahaha " Tidak Lyla miliku kalo bukan jasad dan jiwanya maka jasad  dan jiwaku yag harus kehadapkan padanya" dia mencari tahu nama desanya desa dimana lyla disembunyikan bapaknya, dan dia hendak menyuslnya kesana membuktikan rasa cintanya pada Lyla.

Disuatu pagi yang begitu sepi dan muram datanglah sebuah kabar dari desa seberang bahwa Gadis jelita (lyla) itu mengirimkan sebuah surat kepada Dzun nun, DZun nun sangat gembira sekali ketika dia memegang surat dari gadis pujaanya namun ia belum tahu apa isi surat itu didalamnya Dzunnun masih asyik dengan khayalanya dia menciumi surat itu bernyanyi nyanyi menari bak orang yang lupa diri, kemudian sahabat dekatnya dan juga sekaligus teman setianya itu menepuk pundak Dzun nun dan berucap Pada Dzun nun dengan bersyair.

Wahai Dzun nun karibku yang baik lagi lembut hati
Berhentilah sejenak menari nari
Karena Aku takut Tarianmu akan Mengebiri jiwamu
Aku takut Nyanyianmu akan menjadi Kutukanmu
Dan engkau mati dibuai duka yang tak pernah usai

Wahai lelaki compang camping kekasih setia
Jangan menuruti saja Angin biru yang selalu mengajak untuk berpacu
Lihatlah Langit sudah mulai memerah
Mendungpun sudah mulai nampak segera Tiba
Menepilah nanti engkau basah

Oh Dzun nun karibku yang santun Bukalah dan bacalah
Agar bayang tak menjadi Bencana
Agar angan tak merusak jiwa
Agar Rindu pun Usai sudah dan tiada menyiksa.

Mendengar ungkapan kawan setianya itu Dzun nun segera menyadari nya dan membuka surat dari si Lyla dengan harap cemas bahwa Lyla memintanya untuk mengajaknya berlari dari tembok pengasinganya. Dzun nun mulai membuka lipatan demi lipatan Surat itu, Ada tiga lembar kertas surat didalam amplop biru itu. sambil sek sama dia baca pelan dan teliti surat dari si Lyla kekasih pujaan hatinya itu.

Lembar pertama surat Lyla:

Wahai pemuda gila diseberang aku disini takbisa melepaskan purnama dan malam
Bayangan Hitam gagak yang menari nari di ujung lampu jalanan itu seolah mengusiku
suara suara katak bersaut saut namun tak kudengar namamu disebut,

Wahai pemuda gila putra sang kabut yang berbaju kalut
Adakah kau juga merasakan hal yang dirasakan seekor burung 
Mereka terbang dengan sayap yang luka
Itulah diriku saat ini tanpa balutan sutera biru darimu

Wahai yang telah menghiasi kalam kalam hati
Adakah Engkau peduli dan akan membacakan untaian syair lagi
membisikanya dengan lirih sambil menghampiri mengecup kening dengan lembut

Membaca Lembar pertama itu Dzun nun pun hatinya merintih dan menangis, betapa sedih hatiny kekasihnya Lyla ternyata begitu menantinya dan juga mencintainya dengan sangat, Kemudian Dzun nun lalu melanjutkanya dengan Membuka lembar ke 2 dari isi surat itu

lembar Ke 2.


Dzun nun kekasih ku berminggu minggu aku menanti bahkan berbulan bulan
Namun Sepertinya Engkau telah lupa padaku
Sebagaimana aku tak mempercayai Alunan gelombang yang lembut di tepis angin itu
Kini Bunga seolah enggan merekah
warnanya tak lagi merah melainkan berupa jingga

Dzun nun Ditelaga itu kutitipkan salamku pada buliran air dan burung burung yang terbang
Namun tak kudapat jua jawaban
Dzun nun Andai kini engkau ada di hadapanku Izinkan kusapu kakimu sambil mengecupnya
Dan kecuplah keningku selembut dahulu sambil melapangkan dada.
Agar jiwamu tak lagi resah dan gundah.

Dzun nun Derasnya hujan sepertinya akan mengabarkan saat engkau menerima surat ini
Dzun nun lepaskan aku dengan penuh kerelaan hati
Sebab Disini aku sudah mengikat janji dan tinggal menunggu Malam berganti pagi
Rembulan yang digantikan Matahari.


Dzun nun masih tidak mengerti maksudnya sampai ia menggelengkan kepala dan cepat cepat ia membuka lembaran ketiga yang ternyata hanya ada secarik undangan pernikahan kekasihnya dengan seorang saudagar kaya raya dari Persia. Dzun nun pun menjerit mennagis berteriak teriak seolah tak percaya ia bicara pada batu pada angin yang menyapa tubuh dan kulitnya pada telaga dihadapanya, dan kemudian ia pun lunglai berlutut tak berdaya sambil airmatanya terus membasahi pipinya ia hadapkan wajahnya sampai menyentuh tanah dan dalam tangisnya ia berucap:

"Kekasih ini kesalahanku yang terlalu lama mengulur ngulur waktu, Aku akan tetap memberikanmu ruang dihatiku meskipun matahari jumlahnya berubah jadi seribu, sedang rembulan sudah tak lagi mau bersinar di malam kelabu, Kekasih kulepaskan engkau di deritaku dan semoga engkau berbahagia selalu, aku tak akan lagi memandangmu meskipun tetap akan selalu mengenangmu. Kini tenanglah dan lupakan aku lepaskan dari pribadimu."


Selesai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kenapa Harus Mendaki Gunung

Tak bisa di pungkiri dimasa saat ini kegiatan paling sering dinantikan dan diminati banyak orang adalah Kuliner dan satu lagi adalah tr...